Ketersediaan Pangan Harus Terus Terjaga, Kementan Dorong Petani untuk Menanam
JAKARTA – Saat sektor lain terpuruk akibat pandemi Covid-19, sektor pertanian justru tumbuh. Pertanian menjadi kunci untuk melawan pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) bertekad untuk terus menjaga ketahanan pangan. Salah satu kuncinya adalah petani tak boleh berhenti menanam.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, negara akan bermasalah apabila ketahanan pangan bermasalah. “Kekuatan apapun yang kita miliki tidak bisa menjaga negara dengan baik kalau ketahanan pangan kita bersoal,” katanya.
Oleh karenanya, dalam situasi apapun Mentan SYL meminta agar pertanian tak boleh terkendala. “Artinya, hitung-hitungan kita tidak boleh salah dan hitungan kita harus cermat, harus tepat dan harus akurat serta dapat memberikan informasi secara tepat dan berjenjang kepada masyarakat,” katanya.
Secara tegas Mentan SYL menekankan bahwa 273 jiwa penduduk di Indonesia tidak boleh lapar. Dijelaskannya, tantangan pertama adalah memenuhi kebutuhan pangan bagi 273 juta penduduk yang harus dijaga dengan baik dan ini menjadi tugas yang paling utama bagi Kementan.
“Tantangan yang kedua, yaitu adanya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian yang masih terus berlangsung saat ini, bahkan cenderung meningkat. Tugas kita mewujudkan kemandirian pangan dan kesejahteraan petani,” ujar Mentan SYL.
Sejalan dengan hal tersebut, Pusat Penyuluhan Pertanian melakukan agenda Mentan Sapa Petani dan Penyuluh Pertanian (MSPP) volume 16, Jumat (22/4/2022) yang bertemakan Antisipasi Kenaikan Harga Pangan Global, dilaksanakan secara virtual berlokasi di AOR BPPSDMP,Jakarta.
Pada arahannya, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa setiap panen raya, harga gabah turun. Sedangkan harga sarana dan prasarana pertanian semakin naik. Begitu pula harga pangan dunia juga ikuy naik.
“Kita mesti genjot produktivitas pertanian. Kita harus tanam dan tanam, jangan sampai ada sejengkal tanah yang tidak kita tanam,” ujar Dedi.
Sementara itu, Yudistira Nugraha dari Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN yang menjadi narasumber MSPP mengatakan, saat ini terdapat dampak pandemi Covid-19 terhadap ketersediaan dan suplai pangan dunia dan juga adanya pengaruh perang Rusia-Ukraina. “Saat ini impor gandum Indonesia dari Ukraina sebanyak 2,9 juta ton atau 30% dari kebutuhan nasional 10 juta ton,” ujar Yudistira.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa dengan dampak yang ada, terdapat kenaikan harga minyak mentah dunia, pupuk, transportasi dan prosesing pangan.
Narasumber lainnya Netti Tinaprilla, Dosen Universitas IPB mengatakan, bagaimana Indonesia dapat mengantisipasi dampak mahalnya harga pangan dunia karena kenaikan harga pangan dan dinamika geopolitik global berdampak spesifik pada pertanian Indonesia.
Netti menjelaskan bahwa petani sebaiknya menanam komoditi yang memiliki comparative dan competitive advantage seperti padi, jagung, Kedelai, ubi kayu, ubi jalar, talas, tebu, sawit, kakao, karet, lada, vanili, sayuran dan buah-buahan lokal, daging sapi lokal, ayam kampung dan lainnya dengan dukungan pemerintah agar petani tetap termotivasi menanam.
“Metode penyuluhan amat diperlukan dalam perubahan teknologi dan inovasi pola tanam yang berkelanjutan,” jelas Netti.
Diperlukan pendampingan petani menggapai perubahan teknologi pangan pertanian, integrasi strategi R&D, berkontribusi pada penyempurnaan ekosistem inovasi.
“Kepada petani mohon tetap semangat menanam dan untuk konsumen cintailah produk lokal, karena membeli produk petani akan meringankan petani,” tutup Netti.(*)