Bibit dan Benih adalah Point Utama Smart Farming

BOGOR – Mengatasi dampak perubahan iklim yang menjadi tantangan di sektor pertanian, Kementerian Pertanian memanfaatkan inovasi smart farfing sebagai salah satu solusinya. Mendorong hal ini Kementan bergerak cepat untuk memberikan pelatihan melalui TOT Smart Farming Digitalisasi Pertanian bagi Widyaiswara, Dosen, Guru, dan Penyuluh, PPMKP Ciawi, Jawa Barat, Selasa (25/1). Moment ini juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk transfer pengetahuan.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo terus mendorong inovasi pertanian yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Dan tentunya menyambut baik pelaksanaan pelatihan ini.

“Hari ini, Kementan melaksanakan ToT yang diikuti 14 ribu orang melalui digital system, beberapa UPTD seluruh Indonesia berkumpul. Tentu saja ada dosen Widyaiswara, guru, jajaran pertanian, PPL,” katanya.

Mentan menambahkan, kegiatan ini dimaksudkan agar terjadi transfer of knowledge, tranfer keterampilan pertanian biar lebih maksimal.

“Khususnya untuk mengantisipasi perubahan iklim ekstrem yang terjadi juga yang ada di Indonesia. Kita punya alam yang bagus keterampilan yang banyak dan semua terus kita perbaiki,” katanya.

Menurutnya, ToT akan memberikan keyakinan untuk melakukan Implementasi dari pelaksanaan teknologi pertanian.

“Termasuk cara-cara baru pertanian, menggunakan digital system pertanian, dan smart farming pertanian. Ini tidak mudah, tetapi Kementan bersama BPPSDMP memaksakan diri untuk adaptasi cuaca yang sangat ektrem ini. Oleh karena itu, BPPSDM dan Litbang harus berada di lapangan membantu penyuluh,” katanya.

Penjelasan lebih lanjut disampaikan pula oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi.

“Kita didera perubahan iklim dan bantai Covid 19. Sendi-sendi kehidupan kita benar-benar terpuruk. Dalam kondisi demikian, bagaimana caranya produktivitas dan produksi pertanian terus meningkat. Karena, tidak mungkin jika produktivitas turun kita bisa eksis. Mau tidak mau, siap tidak siap, suka tidak suka, produktivitas harus naik. Solusinya adalah smart farming dan digitalisasi pertanian,” katanya.

Dedi menambahkan, Kementerian Pertanian punya kebijakan. Salah satunya ada di CB4, cara bertindak ke empat.

“Intinya, bagaimana kita mencapai kesejahteraan pangan adalah membangun smart farming di seluruh pelosok tanah air,” katanya.

Menurut Dedi, smart farming sebetulnya tidak selalu harus hebat. Dijelaskannya, jika penggunaan kompos, organisme lokal, pupuk hayati dan sebagainya, juga termasuk smart farming.

“Karena dia mampu mendongkrak produktivitas, mampu mengurangi efesiensi kebutuhan pupuk kimia. Jangan lupa, salah satu produk dari biosains, bioteknologi yang merupakan ciri dari smart farming adalah varietas bibit dan benih,” katanya.

Dedi menjelaskan, pertanian dimulai dari bibit dan benih. Jika bibit dan benihnya keren, pertanian akan keren. Tapi sebaliknya, jika bibit dan benih jelek maka pertanian akan jelek. Oleh karena itu, bibit dan benih harus menjadi utama.

“Entry point kita adalah bibit dan benih yang bermutu,itu yang disebut smart farming. Apalagi ciri yang ketiga smart farming adalah pemanfaatan internet optic, pemanfaatan data itu semua di tunjukan untuk menggenjot produktivitas,” katanya.

Ia menjelaskan, kegiatan ToT sebenarnya menargetkan 2.500 peserta. Tetapi, yang mendaftar sampai 14.000.

“Jadi ini sangat luar biasa di luar ekspektasi dan nanti dari ToT ini, para Widyaiswara, dosen, guru, para penyuluh pusat, menyampaikan kepada petani melalui TOF (Training Of Farmers) bulan depan. Targetnya adalah pelatihan 1 juta petani dan penyuluh,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *