Distorsi Revisi UU Cipta Kerja, PANDAWA Nusantara Sebut MK Goyah Oleh Tekanan Eksternal
JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja menjadi distorsi. Sebab, putusan MK tersebut dinilai Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara (PANDAWA Nusantara) memunculkan dualisme dan kerancuan dalam hukum tata negara Indonesia. MK dinilai goyah oleh kuatnya tekanan eksternal.
“Putusan MK menjadi masalah baru dengan memunculkan dualisme. Putusan tersebut seolah tidak murni, bahkan terkesan ada yang men-setting-nya. Memunculkan kerancuan dalam proses hukum tata negara kita,” ungkap Wasekjen PANDAWA Nusantara Ronald Loblobly.
PANDAWA Nusantara secara tegas mengkritisi sikap dan putusan MK yang meminta revisi UU Cipta Kerja. Durasi waktu perbaikannya 2 tahun. Sikap PANDAWA Nusantara tersebut terpotret dalam dialog ‘Ada Apa Putusan MK Soal Omnibus Law?’, Rabu (1/12). Treatmentnya dilakukan daring melalui Zoom dan YouTube, lalu Ronald menjadi salah satu nara sumbernya.
“Proses pembuatan UU Cipta Kerja dari awal sudah bagus. Semua pihak dan layar belakang dilibatkan. Ketua serikat buruh juga sudah diajak duduk bersama. Tapi, sekarang mengapa begini? Diganggunya UU Cipta Kerja karena ada yang mau bangun bargaining. Ini justru mengganggu,” terang Ronald.
Ujian kebaikan UU Cipta Kerja memang harus dihadapi usai MK memintanya direvisi pada 25 November 2021. Alasannya, UU Cipta Kerja pembentukannya bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja memang inkonstitusional bersyarat. Ronald menambahkan, status inkonstitusional bersyarat tidak perlu.
“Inkonstitusional bersyarat itu tidaklah perlu. Itu dualisme. Menegaskan kalau proses hukum tata negara kita masih di bawah tekanan massa atau politik. MK terkena tekanan oposisi jalanan atau Parlemen jalanan. Yang pasti, kekacauan ini sudah mengganggu pemulihan stabilitas ekonomi dan hukum,” lanjut Ronald.
Indonesia saat ini sedang berjuang melakukan pemulihan ekonomi pasca tergerus habis oleh pandemi Covid-19. Kehadiran UU Cipta Kerja sebenarnya menjadi oase dan angin segar bagi pemulihan ekonomi di masa new normal. Apalagi, ekonomi Indonesia sempat tumbuh 7,07% pada Kuartal II/2021.
Indonesia pun optimistis bisa membukukan pertumbuhan ekonomi 5% hingga 6% pada Kuartal IV/2021. Indikator penopangnya sangat positif, seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur dan komponen Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh kompetitif. Indonesia membidik pertumbuhan ekonomi hingga 4% sepanjang 2021.
Lalu, mengacu Bursa Efek Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatat rekor tertinggi sepanjang masa (all time high), Jumat (19/11). IHSG berada di grid 6.720. Angka ini naik 2% (mtd) dan 12,4% (ttd). Ronald menegaskan, proses pemulihan ekonomi nasional jangan diganggu.
“Terkena pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia langsung drop. Tapi, semua bisa ditahan oleh kebijakan-kebijakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airkangga Hartarto. Selain bertahan, ekonomi juga bisa bangkit. Apalagi, ada akselerasi dari UU Cipta Kerja juga,” tegas Ronald.
Ronald pun memaparkan, rasionalisasi harus dilakukan. Artinya, UU Cipta Kerja harus digulirkan untuk menutup kekosongan hukum. “UU Cipta Kerja tetap dipakai agar ada kepastian arah bagi investor. Para investor ini juga harus dipikirkan posisinya. Apalagi, potensi dana yang akan masuk juga besar,” paparnya. (***)