Kementan Harap Fasilitator Bisa Menjembatani dan Menyelesaikan Hambatan yang Dialami Petani
NUSA TENGGARA TIMUR – Kementerian Pertanian tidak setengah-setengah dalam melakukan pembangunan pertanian. Bahkan, Kementan melakukan pendampingan kepada petani hingga ke pelosok.
Salah satunya pendampingan kepada petani di wilayah remote, seperti di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, meminta para Penyuluh secara aktif mengawal dan mendampingi Petani. Menurut Mentan Syahrul, peran Penyuluh sangat penting dalam meningkatkan produktivitas petani.
“Peran Penyuluh dan Fasilitator desa pendamping memang vital dalam pembinaan kepada petani guna memastikan penerapan teknologi pertanian yang direkomendasikan, memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani,” katanya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan hal senada.
“Coaching dan optimalisasi peran Penyuluh dan Pendamping perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi guna mengoptimalkan kegiatan pembinaan, pengawalan, dan pendampingan kepada petani sampai wilayah pelosok,” jelasnya.
Salah satu pendampingan yang dilakukan Kementan melalui Program Rural Empowerment and Agricultural Development Scaling Up Initiative (READSI). Yaitu, program pemberdayaan yang berada di bawah BPPSDMP Kementerian Pertanian. READSI fokus pada peningkatan kesejahteraan keluarga tani miskin di wilayah sasaran program.
Dedi menjelaskan, READSI terlaksana di 6 provinsi dan 18 kabupaten. Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT dan Kalimantan Barat dengan sumber pembiayaan dari International Fund for Agriculture Development (IFAD) dalam bentuk Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN).
“Lahirnya Fasilitator berawal dari sebuah kebutuhan masyarakat untuk menghantarkan berbagai kepentingan dan masalah yang dihadapi masyarakat dari berbagai keterbatasan masyarakat itu sendiri,” terang Dedi.
Fasilitator diharapkan mampu menjembatani hambatan untuk menyelesaikan berbagai persoalan manajemen kelompok tani. Kehadiran pihak di luar masyarakat/komunitas diharapkan menjadi fasilitator yang dapat mengakselerasi, memotivasi mendorong berbagai upaya menyelesaikan berbagai masalah yang menjadi isu pokok mereka.
Tugas pendampingan ini yang diemban Steven (27 tahun), asal Kabupaten Kupang. Ia bahu-membahu dengan rekan lainya membelah sungai berjuang untuk memberikan pendampingan pemberdayaan kepada 7 Kelompok tani di Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang.
Bersama 3 Fasilitator Desa lainya, mereka menginap di BPP selama satu bulan guna mendampingi kelompok tani untuk meningkatkan usaha tani dan pemberdayaan kelembagaan melalui Program READSI.
Selama menjadi fasilitator, berbagai tantangan harus dihadapi oleh Steven. Salah satunya, harus menghangatkan suasana saat mendampingi 7 kelompok tani dengan karakter masing-masing anggota yang berbeda-beda.
Lokasi kelompok tani yang jauh dari rumah bisa memakan waktu sampai 7-9 jam dengan menggunakan motor.
“Saya berangkat dari rumah menggunakan motor. Karena akses ke tempat pertemuan harus menyeberang sungai, maka motor digotong oleh relawan dengan bayaran Rp. 50.000 untuk setiap sungai,” katanya.
“Untuk biaya yang dikeluarkan sangat besar karena lebih dari 2 sungai dan pulang pergi yang dikeluarkan, oleh karena itu demi meringankan biaya operasional Steven dan 3 Fasilitator Desa lainnya menginap di BPP. Meskipun begitu, saya harus tetap semangat mendampingi poktan karena ingin pertanian di desa bisa lebih maju,” lanjut Steven.
Steven merasa bersyukur dengan adanya Program READSI yang menyasar di lokasi yang sulit dapat berkontribusi untuk membangkitkan pertanian di desa untuk maju dalam hal budidaya pertanian.
Banyak pengalaman berharga yang didapat di saat melakukan tugas pendampingan hingga bertambahnya keluarga baru yang saling bahu membahu.
“Harapan saya, perjuangan ini tidak menjadi sia-sia. Program READSI harus bisa berhasil maksimal dalam pemberdayaan sehingga terjadi perubahan tingkah laku kelompok tani menjadi lebih mandiri dan menata kehidupan berkelompok lebih baik kedepannya. tidak hanya di kupang tapi di setiap lokasi wilayah kerja READSI,” katanya.