Petani Klaten Percepat Masa Tanam di Musim Penghujan
Klaten – Kementerian Pertanian meminta produksi pertanian tidak berhenti dalam kondisi apa pun. Harapan ini juga disampaikan kepada Klaten, Jawa Tengah. Di musim penghujan, petani di Klaten melakukan percepatan tanam gogo rancah.
Menurut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), pertanian menjadi sektor yang tidak terkena dampak Covid-19.
“Kalau begitu, pertanian kita harus kembangkan dengan kuat, apalagi pertanian adalah sektor yang tidak membuat masyarakat miskin,” katanya.
SYL menekankan, pada masa pandemi Covid 19 ini, pertanian merupakan sektor yang tangguh bahkan menjadi satu-satunya sektor yang selamatkan perekonomian nasional.
“Oleh karena itu, panen padi ini menjadi pembuktian bahwa dalam tantangan apapun, pertanian selalu berproduksi. Petani di Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, menerapkan pola tanam padi-padi-palawija,” ujarnya.
Di daerah Cawas bagian selatan Klaten yang berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, petaninya kini menyambut musim tanam padi Oktober-Maret dengan percepatan tanam sistem gogo rancah.
Mereka segera mengolah lahan dengan cara manual dan ada sebagian sudah menggunakan tractor roda 4 (TR4) dalam persiapan lahannya.
Padi gogo rancah adalah padi yang ditanam dengan cara ditugal seperti halnya padi ladang, namun kemudian dialiri air seperti halnya padi sawah pada umur-umur sekitar 1 bulan sampai saat menjelang panen.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, menegaskan hal yang sama.
“Sebagai insan pertanian kita patut bersyukur. Karena, sektor pertanian tetap bisa survive dalam menyediakan pangan bagi masyarakat dalam masa pandemi Covid-19 ini,” ujarnya.
Kelebihan sistem tanam gogo rancah dibanding sistem sawah diantaranya adalah menghemat tenaga kerja tanam, pemeliharaan dan tentunya lebih menghemat waktu.
Petani yang tergabung dalam Gapoktan Ngudi Makmur di Desa Karangasem, Kecamatan Cawas telah menerapkan tanam gogo rancah sejak lama. Sebab, kondisi tanah tadah hujan sehingga petani berupaya sesegera mungkin menanam saat hujan mulai turun.
Kekurangannya adalah kebutuhan benih yang lebih banyak dibanding tanam dengan system pindah tanam. Adapun produksi yang dihasilkan di musim labuhan dari tanam taju (tanam maju) ini hasilnya sedikit lebih banyak dibanding sistem tandur (tanam mundur) atau dengan persemaian.
Ketua Gapoktan Ngudi Makmur, Suprat Prapto Suwarno, membenarkan hal ini.
“Petani saat ini sebagian sudah persiapan lahan secara sederhana dan segera melanjutkan tanam padi gogo rancah dengan alasan saat hujan turun petani langsung bisa taju,” ucap Suprat.
Sementara itu Tut Wuri Handayani, penyuluh pertanian yang merangkap mantri tani di Kecamatan Cawas, mengatakan kegiatan tanam padi gogo rancah diawal musim hujan atau musim labuhan istilah petani setempat sudah menjadi budaya turun temurun dengan tetap menjaga kearifan lokal.
“Kami selaku penyuluh akan terus mendampingi dan mengawal petani ditengah musim yang terkadang tidak bisa diprediksi. Saat ini lahan pertanian di wilayah Cawas bagian selatan seluas 211 Ha yang terbagi di Desa Karangasem seluas 125 Ha dan di Desa Burikan seluas 86 Ha dan tiga perempat dari total luas lahan tersebut sudah tanam padi sistem gogo rancah,” ujar Wuri.
Sebagai pendamping petani, Tut Wuri salut dengan semangat dan tekad petani untuk membangun komitmen khususnya di tengah Covid-19 dan ditengah cuaca yang tak menentu namum petani tetap semangat karena pertanian tidak boleh berhenti, mereka tetap berproduktif.(*)