Kementan Ajak Insan Pertanian Antisipasi Fenomena Alam dengan Inovasi Teknologi
JAKARTA – Kondisi alam yang tidak bisa ditebak, membuat Kementerian Pertanian mengajak seluruh insan pertanian untuk mengambil langkah antisipasi.
Ajakan itu disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam TOT Pengenalan Dampak Perubahan Iklim dan Teknologi Adaptasi dan Mitigasi di Sektor Pertanian bagi Widyaiswara, Dosen, Guru, dan Penyuluh Pertanian, yang digelar secar virtual, Kamis (11/11/2021).
“Kita harus waspada dengan kondisi cuaca yang ada, Alam memang tidak bisa kita kontrol, namun kita bisa antisipasi dengan inovasi teknologi,” katanya.
Mentan berharap insan pertanian mampu menghadapi tantangan climate change, global warming dan fenomena alam lain.
“Kita harus bisa adaptasi dengan kondisi yang ada. Kita maksimalkan kesempatan yang ada, jangan sampai kita kalah. Apa yang bisa kita tanam hari ini, kita tanam hari ini. Kita harus berpacu dengan kondisi dan situasi yang ada. Maksimalkan beras. Namun, harus ada komoditas lain yang perlu kita perhatikan, karena indonesia itu luas, beras bukan hanya komoditi utama negara ini, ada sagu, jagung, pisang, singkong, talas, sorghum dan sebagainya. Kita maksimalkan sampai 2 tahun,” ujarnya.
Menurutnya, FAO pun turut membahas masalah climate change. Oleh karena itu, air yang ada harus dipersiapkan dengan baik.
“Misalnya kita suntikkan pada embung supaya siap menghadapi kemarau nanti. ciptakan varietas yang tahan akan genangan dan tahan akan kekeringan. guna meminimalisir risiko gagal panen dan agar tidak menghambat produktivitas. Perbanyak unsur organik dalam tanah, serta pertanian perlu terintegrasi dengan peternakan. minimalisir food lost dan waste food,” urainya.
Mentan menambahkan, tantangan pertanian adalah cuaca, hama, bencana alam dan impor.
“Kita harus kuat dan siap menghadapi tantangan ini. Ayo kita swasembada, kita pasti bisa berjuang bersama sama mewujudkan swasembada pangan. Saya memiliki keyakinan hasil dari ToT ini menghasilkan 40 juta petani indonesia tersentuh dampak positif dari kegiatan yang kita lakukan hari ini,” katanya.
Hal serupa disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi.
“Untuk mengantisipasi perubahan iklim terutama terkait terganggunya sistem produksi kita, maka tentu saja kita harus berupaya mengurangi risiko peningkatan suhu di permukaan bumi ini melalui mitigasi gas rumah kaca yang terjadi di sektor pertanian,” kata Dedi.
Menurut Dedi, dampak perubahan iklim akibat peningkatan suhu tidak hanya menyebabkan es yang berada di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair, tapi juga dapat menurunkan produktivitas pertanian.
“Karena tentu saja fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat itu sangat dipengaruhi suhu apalagi suhu terlalu tinggi, maka respirasi akan lebih dominan dibandingkan anabolisme sehingga hasil fotosintesis akan semakin berkurang,” jelasnya.
Tak sampai di situ, kata Dedi, dampak pemanasan global yang mengganggu keseimbangan iklim juga menyebabkan terjadinya El Nino dan La Nina. Fenomena ini juga dapat mengganggu produktivitas.
Karena itu, Dedi juga menekankan pentingnya pemanfaatan teknolgi untuk menghadapi perubahan iklim, seperti milih varietas yang tahan kekeringan atau tahan rendaman.
“Karena kejadian El nino ini akan semakin panjang dan semakin sering. Begitu juga La Nina baik frekuensinya maupun kualitanya juga akan semakin tinggi,” kata Dedi mengingatkan.