Senaru; Contoh Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Masyarakat dan Berkelanjutan

Jakarta – Sektor pariwisata mulai bergeliat. Seiring dengan pandemi Covid-19 yang semakin terkendali. Namun para pelaku wisata dan orang-orang yang berkecimpung didalamnya harus membiasakan diri dengan kenormalan baru atau new normal. Yakni tetap memberlakukan protokol kesehatan dengan ketat.

Untuk menuju new normal, pengembangan wisata memerlukan strategi baru. Pasalnya ada beberapa hal yang harus disesuaikan. Salah satu yang sedang digenjot adalah wisata berbasis masyarakat yaitu desa wisata.

Adalah Desa Wisata Senaru di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat bisa dijadikan contoh yang tepat sebagai desa wisata yang siap menuju new normal. Pasalnya desa itu dikembangkan dan dikelola secara berkelanjutan dengan kemitraan lintas sektor.

“Kami mendefinisikan Desa Wisata Senaru sebagai suatu daerah tujuan wisata yang mengintegrasikan atraksi, aksesibilitas dan fasilitas yang berbasis pada kapasitas sumberdaya lokal, inisiatif serta komitmen dari masyarakat pedesaan dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat desa secara berkelanjutan,” kata Raden Akria Buana, Kepala Desa Senaru.

Hal itu dipaparkan oleh Raden Akria dalam Webinar Nasional ‘Desa Wisata Bangkit, Ekonomi Indonesia Pulih’ yang diselenggarakan pada Selasa, 26 Oktober 2021. Acara yang diinisiasi oleh Direktorat Penyerasian Pembangunan Sosial Budaya dan Kelembagaan, Ditjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kemendes PDTT melalui off line dan online itu diikuti sekitar 300-an partisipasi dari berbagai kalangan dan pengelola desa wisata.

Dijelaskan oleh Raden Akria, dalam mengembangkan desa wisata pihaknya mendapatkan berbagai tantangan. Awalnya terkait sarana dan prasarana yang ada di destinasi wisata di perdesaan (desa wisata).

“Wilayah Lombok Utara pada 05 Agustus 2018, diguncang gempa dengan magnitude 7.0 SR yang menyebabkan dampak kerusakan cukup signifikan,” jelasnya.

Namun karena PAD Lombok Utara, 60% nya berasal dari sektor wisata, makanya pembangunan kepariwisataan menjadi fokus utama dari pembangunan ekonomi dalam menyejahterakan masyarakatnya.

Mengingat mayoritas Desa Wisata di Lombok Utara banyak yang belum dapat dibuka kembali sampai 2020, selain karena masih terimbas oleh dampak gempa, juga pandemi sehingga mayoritas masih belum dapat dibuka karena belum memenuhi parameter CHSE 75% makanya dipilih pengembangan desa wisata yang berbasis masyarakat yang berkelanjutan.

“Kita memilih pengembangan desa wisata yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan karena memiliki dampak yang sangat luas ke lintas sector (multiplier effect). Seperti pertanian, perkebunan, kuliner, budaya, UMKM, jasa transportasi dan akomodasi,” jelasnya.

Selain itu pengembangan desa wisata berbasis masyarakat memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi, sehingga mampu mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan meminimalisir masyarakat penerima BLT DD dan PKH dengan menjadikan warga rumah tangga miskin terlibat dalam pengelolaan desa wisata.

“Dan yang paling utama adalah Senaru memiliki semua ragam potensi wisata baik dari alam, budaya, buatan serta memiliki SDM yang mendukung,” lanjutnya.

Dalam pengelolaannya dilakukan oleh desa sendiri melalui Pokdarwis dan BUM Desa serta berkolaborasi dengan lintas sektor. Proses bisnis, pengembangan dan pengelolaan dilakukan oleh BUM Desa dengan operator layanan dan kesiapan destinasi dilakukan oleh Pokdarwis. BUM Desa melalui Unit Usaha Desa Wisata memiliki peran dalam memperkuat tata kelola, manajemen keuangan, branding dan promosi.

“Kita juga melibatkan banyak pihak sebagai mitra antara lain akademisi, swasta, pemerintah dan media. Peran dari lintas sektor adalah sebagai Pendamping, Off-takers, dan Agregator terhadap paket wisata maupun keunggulan ragam potensi yang ada di Desa Wisata,” ungkap Raden Akria.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *