Sanggar Wayang Ajen Wadah Seniman Jaga Kelestarian Budaya
Peran Sanggar Wayang Ajen dalam melestarikan kebudayaan Nusantara, dalam hal seni pewayangan dan pedalangan, tak bisa diragukan. Demikian yang disampaikan Ojang Cahyadi, pengamat sekaligus praktisi seni Kerawitan Sunda, Minggu (10/10/2021).
Ojang yang juga dosen Program Studi Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan, dinamika perkembangan seni budaya sangat dinamis dan memberikan warna tersendiri.
“Tapi secara umum, dalam konteks situasi normal, kesenian khususnya sudah mendapat tempat di masyarakat. Keinginan masyarakat tehadap tradisi semakin besar. Di Jakarta saat ini ada kebanggaan ketika ada perayaan seperti pernikahan jika mempersembahkan kesenian tradisional. Ada kebanggaan. Sekarang, kesenian bukan lagi barang murah,” tutur dia.
Menurut dia, hal itu terjadi lantaran siklus perkembangan masyarakat memang akan kembali kepada sediakala. “Dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, ahirnya akan kembali ke tradisi lagi. Siklusnya memang begitu,” ujarnya.
Yang terpenting menurut Ojang adalah masyarakat pendukung yang bisa memberikan apresiasi, menghargai serta mencintai kesenian tradisional tersebut.
Kendati begitu, gerak aksi adalah hal segalanya dalam upaya pelestarian seni dan budaya Nusantara. Sebab, dalam situasi arus globalisasi yang tak terbendung, seni dan tradisi seakan tersisih. “Tetapi kenyataannya, faktanya tidak demikian. Jangan khawatir, karena kesenian akan tetap eksis sepanjang ada didukung oleh orang-orang yang memiliki kepedulian seperti Kang Wawan (pengasuh Sanggar Wayang Ajen, Ki Dalang Wawan Ajen),” tutur dia.
Di Sanggar Wayang Ajen, Ojang melihat bagaimana pelestarian kesenian wayang dan pedalangan berlangsung dengan baik. Bahkan, regenerasi terus dilahirkan dari sanggar yang terletak di Kota Bekasi, Jawa Barat ini.
“Arus globalisasi saat ini menyangkut persoalan transformasi teknologi. Ketika tak mengikuti arus tersebut bisa tergilas dia. Adaptasi harus dilakukan dan sudah dilakukan. Sekarang semua sudah serba digital. Itu bisa jadi refesensi. Saya menyebutnya ATM yakni Amati, Tiru dan Modifikasi,” dalam pertunjukan wayang Ajen hal ini sudah nampak dilakukan dengan cermat dan menghasilkan segudang prestasi dari karya seninya, tutur dia.
Dalam hal kolaborasi kesenian tradisional dan modernitas, Ojang melihatnya dapat dikolaborasikan dengan baik oleh Ki Dalang Wawan Ajen. “Tanpa mengurangi nilai. Wayang punya struktur yang jelas, tergantung modifikasi,” ujarnya.
Dalam hal modifikasi misalnya, Ojang menyebut saat ini variasi pertunjukkan hanya dua jam saja maksimal. “Kalau dulu bisa semalam suntuk. Tapi di era ini bagaimana dua jam saja kita sudah dapat memaksimalkan semuanya. Itulah modifikasi dan itu sudah dilakaukan oleh Ki Dalang Wawan Ajen. Tradisi sudah harus mengikuti itu,” tutur dia.
Sementara itu, Ojang menilai proses pelestarian dam kesenian ada tiga jalur yakni pendidikan formal, non-formal dan informal.
“Formal misalnya dengan masuk ke sekolah-sekolah seni. Ada banyak bibitnya dari tingkat SMK/SMA hingga universitas,” kata dia. Sementara untuk pelestarian non-formal salah satunya seperti yang dilakukan oleh Sanggar Wayang Ajen. “Pembinaan tentu ada. Di sini tidak terikat kurikulum, tapi kelulusannya ditentukan penyelenggara. Di Sanggar Wayang Ajen juga menyiapkan SDM. Tingkatan dasar hingga terampil, itu level proses pembelajaran,” tutur dia.
Sementara proses pelestarian informal dilakukan melalui pendidikan di internal keluarga. “Ini berkaitan dengan pewarisan budaya dalam keluarga seniman. Anak-anak seniman biasanya tidak diajarkan secara teknis, tapi diajak ketika pentas. Itu kekuatan yang justru lebih besar dan dahsyat,” ucapnya.
Pengasuh Sanggar Wayang Ajen, Ki Dalang Wawan Ajen membuka diri secara luas kepada siapapun yang memiliki minat dan perhatian besar terhadap seni dan budaya, khususnya wayang dan pedalangan. “Kami sangat terbuka dan senang malah, terutama kepada anak-anak muda yang merupakan pewaris kesenian dan kebudayaan kita di masa depan,” tutur dia.
Ki Dalang Wawan Ajen berkisah, Sanggar Wayang Ajen selalu mendapat permintaan untuk dikunjungi dari berbagai daerah. Ia pun tak segan untuk berbagi ilmu dan pengalaman yang dimilikinya. “Ada banyak permintaan dari berbagai daerah seperti dari Banten dan Jawa Barat bahkan dari Lombok Barat NTB. Kami mempersilakan siapa saja yang memiliki kepedulian untuk ikut bersama-sama melestarikan kekayaan bangsa kita ini,” ujar Ki Dalang Wawan Ajen.(*)