Paguyuban Budayawan Bandung Temui Ketua DPD RI, Dukung Perjuangankan Amandemen ke-5 Konstitusi
BANDUNG – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berkesempatan bertemu dengan sejumlah tokoh budayawan yang tergabung dalam berbagai paguyuban di sela-sela kunjungan kerjanya ke Bandung, Jawa Barat, Senin, (27/9/2021). Sebelum pertemuan dimulai, LaNyalla disambut oleh kesenian Lengser sebagai penyambutan.
Pada pertemuan yang digelar di Saung Sate Gaul, Cipatik, Bandung Barat itu, para tokoh budayawan tersebut menyatakan dukungannya kepada LaNyalla dalam memperjuangkan amandemen ke-5 Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu tokoh budayawan asal Bandung, Raden Deni Romli menjelaskan, para tokoh budayawan dari berbagai paguyuban melihat jika persoalan bangsa perlu diselesaikan melalui amandemen ke-5 Undang-Undang Dasar 1945. “Kami mendukung penuh langkah tersebut karena beliau adalah wakil kami. Kami berharap ada wakil atau calon perseorangan pada Pemilu 2024,” ujar Deni.
Ia menjelaskan, tokoh budayawan yang hadir pada kesempatan tersebut di antaranya berasal dari Paguyuban Jara Sabda, Sagara Hikmah, Macan Tunggara, PSSN, Maung Lodaya Siliwangi, Gajah Putih dan Jala Sutra. Mereka juga berasal tak hanya dari Bandung, tetapi ada pula yang berasal dari Majalengka, Sumedang dan berbagai wilayah lainnya di Jawa Barat.
LaNyalla yang didampingi Bustami Zainuddin (Lampung) Alexander Fransiscus (Bangka Belitung) dan Andi Muhammad Ihsan (Sulawesi Selatan) mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan budayawan Bandung. Senator asal Jawa Timur itu juga cukup senang dengan pertemuan ini. “Terima kasih atas dukungan yang diberikan kepada kami. Saya senang hari ini kita dapat memperluas persaudaraan,” tutur LaNyalla.
LaNyalla menjelaskan jika ia dan senator lain tengah bekerja keras memperjuangkan amandemen ke-5 konstitusi. “Kami ingin memperbaiki dari hulunya. Ini bukan soal hasrat politik, tetapi untuk mengembalikan marwah bangsa ini, sekaligus mengoreksi arah perjalanan bangsa ke depan,” papar LaNyalla.
Menurut LaNyalla, ada dua hal penting yang menjadi agenda utama dari amandemen ke-5 tersebut. Pertama adalah mendorong tokoh-tokoh terbaik bangsa non partai politik dapat dicalonkan sebagai capres-cawapres. Yang kedua adalah ambang batas pencalonan atau Presidential Treshold (PT) nol persen.
“Setelah mengalami empat kali amandemen, perjalanan bangsa ini semakin tidak terarah. Cita-cita para pendiri bangsa semakin jauh dari harapan, utamanya tanggung jawab negara dalam menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Maka, amandemen ke-5 ini merupakan hal mendesak dan urgent untuk mengoreksi dan meluruskan kembali arah perjalanan bangsa ini,” tutur LaNyalla.
Untuk memperjuangkan amandemen ke-5, LaNyalla sudah berkeliling hampir ke seluruh penjuru negeri. 33 provinsi sudah ditapaki melalui berbagai forum seperti senimar, FGD (Focus Group Discussion) dan pertemuan lainnya. Dikatakannya, sebagai senator memang tidak mewakili partai politik. Namun, para senator merupakan peserta pemilu yang sah. “Kami berjumlah 136 orang dan kami dipilih oleh rakyat. Kami ini peserta pemilu,” tegas LaNyalla.
DPD RI, LaNyalla mengimbuhkan, tak diperkenankan terlibat atau menjadi pengurus partai politik. Namun, ketika sudah menjadi DPD RI, kewenangan yang dimiliki terbatas. Pun halnya dalam pengambilan keputusan, LaNyalla menilai perjuangan DPD RI selalu dipatahkan dengan sistem voting.
“Kalau selalu pakai hitungan voting, jelas kami kalah jika dibandingkan dengan jumlah anggota DPR RI. Dulu, MPR itu terdiri dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Utusan Golongan kemudian dihapus dan Utusan Daerah menjelma menjadi DPD RI. Dulu pengambilan keputusan didasarkan pada musyawarah mufakat. Begitu amandemen dilakukan, kita tak punya hak apa-apa, karena semua dilakukan berdasarkan voting ketika deadlock,” papar LaNyalla.(*)