Mau Belajar Menenun dan Belanja Tenun di Lombok, Datang Saja ke Miate

LOMBOK – Aktivitas menenun selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Di Lombok, aktivitas serupa bisa ditemui. Salah satu di Miate yang berada di lokasi Jl. Tenun Surakara Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Wisatawan yang penasaran dengan motif-motif keren Miate, bisa lebih dahulu mengecek situs miatelombokicon.com.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB), Yusron Hadi, Miate memperkenalkan proses menenun.

“Di sini kan penemu. Dan prosesnya itu sudah turun menurun. Ada yang motifnya juga turun temurun, tapi ada juga yang kreasi baru. Mau modern ada, atau motif yang lama juga ada,” katanya.

Untuk urusan motif, Miate memiliki ratusan motif. Yang lama dipertahankan yang barunya juga dikreasikan lagi, biar tidak bosan dan monoton. Tapi yang lama pun tetap diproduksi.

Yusron menjelaskan, Miate berada di kampung Desa Sukarara, desa yang dikenal sebagai penghasil tenun.

“Bisa dibilang di sini itu pusat tenunnya. Di sini kan semua perempuan, mereka diharuskan bisa tenun atau diwajibkan. Di sini kalau belum bisa menenun itu belum bisa nikah. Tapi bukan berarti tidak boleh nikah, karena pertama-tama ini adalah faktor ekonomi di kampung, itu sekitar 70% bertani dan tenun, jadi kalau tidak bertani di sawah juga bisa menenun,” terangnya.

Menurut Yusron, dengan cara ini desa tersebut mempertahankan tradisi tenun supaya tidak punah.

“Jadi di sini anak-anak usia dini kita diajarkan tenun dari usia 9 sampai 10 tahun. Hanya memang bertahap tidak terlalu dipaksa, belajar dasarnya dulu, cara duduknya, mengangkat benang, cara menyambung benang yang putus, itu yang kami ajarkan. Karena tenun itu butuh kesabaran,dan untuk melatih kesabaran anak anak,” katanya.

Di Maite, bertenun sudah dilakukan puluhan tahun. Sedangkan kalo di Lombok baru sekitar empat tahunan.

“Lamanya kami di Mataram, dan ini berdirinya sudah lama, jadi perkumpulannya pun sudah lama dan banyak anggotanya juga tenun ini. Tenun ini ada pengepulnya juga. Tapi, peminat tenun ini sepi karena pandemi,” katanya.

Yusron mengatakan, di dalam negeri kebanyakan peminat tenun ini berupa baju karena banyak kreasi nya. Sedangkan luar negeri kebanyakan pajangan, untuk taplak meja, souvernir, hiasan dinding dan macam macam.

“Sekarang yang dibikin kebanyakan baju, buat di pakai suami-istri. Harga jualnya pun variatif, ada yang ribuan sampai jutaan, tergantung motif dan ukuran bahannya,” jelasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *