Desa Sade, Magnet untuk Wisatawan Datang ke Lombok

LOMBOK – Jika ada desa yang paling tenar di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), bisa dipastikan desa tersebut adalah Desa Sade. Desa yang didiami Suku Sasak ini sangat tenar. Bahkan menjadi magnet bagi wisatawan dan desa wisata lainnya di NTB.

Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB), Yusron Hadi, mengatakan Desa memiliki sejarah yang sangat panjang.

“Sade itu artinya obat. Konon, pada jaman dulu para leluhur datang ke tempat ini hanya ketika ingin bersemedi, menenangkan diri atau misade. Dari situlah kita menyebutnya Sade,” tuturnya, Minggu (19/9/2021).

Dusun Sade sudah sampai ke generasi 15. Sudah hampir 300 tahun dusun ini terbentuk. Masyarakat Dusun Sade sendiri adalah termasuk dalam Suku Sasak.

“Suku Sasak tersebar luas di Pulau Lombok. Tapi yang masih mempertahankan adat istiadat dan budaya tinggal sedikit, salah satu di Sade,” ujar Yusron.

Sade mulai dikunjungi wisatawan tahun 1975-1976. Dahulu wisatawan yang berkunjung ke Sade didominasi wisatawan asing. Baru pada tahun 1986 wisatawan dalam negeri datang secara signifikan.

“Dan pada tahun itu pemerintah mulai melakukan sosialisasi dan menyalurkan bantuan-bantuan kepada masyarakat Sade. Mereka diajarkan caranya menyambut tamu dan lain lain,” terangnya.

Dusun Sade memiliki sekitar 100 bangunan. Terdiri dari rumah tempat tinggal, ada belugaq tempat berkumpul dan bermusyawarah, ada tiang 6 dan tiang 4, lumbung padi.

Lantai rumah adat Sade terbuat dari tanah yang dicampur cangkang padi sebagai perekat tanah liat. Untuk membersihkan atau mengepelnya menggunakan kotoran sapi, atau kotoran kerbau. Namun kotoran kerbau digunakan hanya pada momen-momen tertentu saja.

“Dalam kepercayaan yang dianut masyarakat Sade, ada perbedaan sudut pandang mengenai sapi dan kerbau. Di Suku Sasak, yang disakralkan adalah hewan kerbau. Sedangkan kotoran kerbau atau sapi yang dipercaya berfungsi untuk merekatkan struktur tanah di lantai dan membersihkan debu-debu di lantai,” kata Yusron.

Menariknya, pandemi Covid-19 yang menyerang Indonesia, tidak begitu terdampak di Sade.

“Sebab, kalau warga mau makan mereka tinggal ambil di ladang. Karena mayoritas profesi masyarakat Sade adalah bertani jadi untuk pangan Alhamdulillah aman,” katanya.

Menurut Yusron, Dusun Sade sempat tutup awal pandemi. Destinasi ini buka lagi pada 28 Juni 2020 dengan menerapkan prokes yang ketat. Pada Oktober 2020, Dusun Sade telah tersertifikasi CHSE. Di tempat ini sudah menerapkan sistem transaksi cashless dengan didukung bank-bank nasional.

“Sade saat ini menjadi magnet bagi desa-desa wisata lain. Mereka turut menyuplai kerajinan-kerajinan tangan untuk souvenir wisatawan. Dalam keadaan normal, wisatawan yang datang bisa sampai 18.000 wisatawan domestik , 4.000 sampai 6.000 wisatawan mancanegara per bulan,” ujar Yusron.

Salah satu daya tarik Sade adalah arsitektur tradisional masih dipertahankan, aktivitas masyarakat yang masih tradisional seperti menenun dan lain sebagainya, dan tarian tradisional khas lombok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *