Petani Milenial Tangguh di Masa Pandemi Berkat Teknologi Informasi

PAPUA – Generasi Tani Milenial menjadi harapan bangsa dalam memajukan pertanian di masa depan.  Kementerian Pertanian menyadari sepenuhnya peranan generasi milenial yang dekat dengan penerapan teknologi informasi untuk mewujudkan pertanian yang maju, mandiri, dan modern.  Di Papua, semangat yang diperlihatkan petani muda, Simon Sirene, diharapkan dapat dijadikan contoh bagi generasi muda lainnya.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), menyampaikan, pertanian sudah tidak seperti dulu lagi. “Petani itu keren, Petani itu hebat, tidak ada lagi petani miskin,” katanya.

Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menyebutkan jika kehadiran petani milenial sangat dibutuhkan. Khususnya untu

“Regenerasi petani mutlak dilakukan untuk menopang kedaulatan pangan. Selain itu, dibutuhkan dukungan dari SDM Pertanian dalam mengungkit produktivitas pertanian,” katanya.

Asumsi petani miskin inilah yang menjadi ganjalan. Kata-kata tersebut juga terlontar dari Simon Sirene Sau, Petani Milenial asal Merauke, Papua.

“Orang tua saya berasal dari Flores, saat saya berusia empat tahun mereka pindah ke Merauke. Orang tua saya petani, saya anak miskin,” kenangnya.

Anak miskin yang sejak kecil sudah digantung-gantung di pondok-pondok yang ada di tengah-tengah sawah, kini menjadi pemicu semangat para generasi tani milenial, khususnya di Papua. 

Simon kini menjadi Kepala Jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Tanah Miring Merauke. 

Menurutnya, Pendidikan vokasi menjadi salah satu kunci terhadap cikal bakal lahirnya petani milenial. SMK N 1 Tanah Miring Merauke merupakan salah satu dari tujuh Sekolah Menengah Pertanian yang ada di sana. Berbagai prestasi baik tingkat tingkat provinsi hingga tingkat nasional. Prestasi ini diraih berkait jiwa militannya dalam memajukan pertanian. 

Rintisan perjuangan memperjuangkan pertanian sudah dienyamnya sejak kecil.  Pulang sekolah ia kerap ke sawah, karena keluarganya selalu ada di sawah untuk menggarap padi, umbi-umbian, dan palawija.

Cita-citanya ingin meningkatkan kesejahteraan keluarga lewat pertanian, membuat Simon memutuskan untuk bersekolah di SMK Negeri I Tanah Miring Merauke, satu-satunya Sekolah Pertanian yang ada di Merauke. 

Bupati menginstuksikan anak-anak ini untuk bersekolah di Sekolah Umum di Jayapura. Lagi-lagi minatnya dibidang pertanian memaksa Bupati menempatkan putra-putra daerah di Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Kampung Harapan, Jayapura. 

Fokus melanjutkan pendidikan yang diimpikan, menjadikan Simon meraih prestasi berprestasi di SPMA. Simon pun berkesempatan melanjutkan sekolah ke jenjang Perguruan Tinggi di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Manokwari, Papua Barat angkatan ke-2. 

Kembali Simon harus berjuang di Bumi Kaswari ini.  Iuran sekolah dan uang makan, sudah ia peroleh dari beasiswa pendidikan Kementerian Pertanian.  Namun, untuk melunasi seragam, ia harus memutar otak. 

Selepas kuliah, Simon memilih kaleng-kaleng bekas untuk membuat pot bunga. Dengan ilmu yang ia miliki, ia membuat sendiri humus dan bokasi dan menanam bunga-bunga nan indah. “Orang pikir saya pemungut sampah di Manokwari,” kenangnya. 

Pengalaman berorganisasi menjadikan Simon makin banyak pengalaman yang dapat diterapkan di STPP Manokwari yang sekarang bernama Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Manokwari. Empat tahun berlalu, Simon memperoleh gelar Sarjana menjadi lulusan terbaik. 

Lepas wisuda, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Muspida yang hadir dalam pelaksanaan wisuda tertarik untuk membeli bunga-bunga dalam pot yang ternyata karya dari Simon.  Bukan uang yang dipintanya, seperangkat komputer bekas ia peroleh dari penjualan bunga-bunga tersebut. 

“Pak Aminudin, saya sering bantu olah data.  Pak Yan Manabori dan Pak Detia Tri Yunandar, beliau berdua pembimbing saya. Tidak kalah penting, Paulus Saranga, M.Ed. Dosen Pertanian, sudah pensiun kembali ke Makasar. Dan juga Pak Mikel SP memotivasi dalam dunia pendidikan,” rinci Simon.

Tahun 2007 Simon kembeli ke Merauke, untuk menjadi guru honor. Simon juga menjadi penyuluh pertanian dan mengambil akta 4. Selang 2 tahun, ada formasi penerimaan tes guru untuk 2 orang. Simon lolos bersama Alumni STPP atau Polbangtan lainnya.  Mathelda Y. Ramar, S.ST., yang menjadi rekan seperjuangan sekaligus istri Simon, dalam merintis pertanian dan mengarungi hidup. 

Bersama rekan-rekan lainnya, Simon juga turut mensyukseskan Program Kementan. “Program pertama yang saya turun langsung lumbung pangan, KRL, kemudian Pembinaan kelompok tani,” rinci Simon. 

Tahun pun berganti kiprah semakin diraihnya, di Tahun 2017 SMA N 1 Tanah Miring, Merauke mendapat Program SMK Berbasis Industri. Tahun selanjutnya, Program Tecnopark yang berfokus mengolah sekolah berbasis kewirausahaan, pengembangan inkubasi bisnis yang mengantarkan sekolah ini memiliki produk unggulan yang diminati hingga negeri ginseng. 

Beberapa produk olahan unggulan diantaranya kripik pisang rasa nangka, VCO, abon rusa, albumin ikan gastor, teh sarang semut, dan lain sebagainya.  Siswa pun dirangsang untuk mampu menjadi tenant dengan dibekali keilmuan dan juga modal. Tidak besar, hanya Rp 1 juta, namun mampu menyemangati para generasi tani milenial untuk memulia bisnisnya.

Simon selalu membekali kata-kata motivasi, “Tanamkan kata tanya pada diri kita, kenapa orang lain bisa, saya tidak bisa!. Saat ini tidak perlu tidur lagi, tidak perlu menunggu, jika ada kendala, jadikan itu sebagi motivasi.  Ditangan generasi tani milenial, sudah tidak ada lagi anggapan petani itu susah. Bangun! Kerja! Berkat pasti ada.  Pisang yang ditanam kemudian diolah menjadi produk yang sama dengan industri, memiliki daya tarik yang tinggi, disinilah peran pertanian sekarang”, tegasnya.

Kripik Merauke sudah sampai ke korea selatan.  Ini menandakan pertanian bukan lagi cangkul menjacangkul. Tapi muncul dari diri kita untuk selalu kreatif dan inovatif. Ia pun menegaskan tidak ada orang bodoh. 

“Mau jadi pemain atau penonton? Kalau mau jadi pemain, Ayo Bangun! Persaingan di luar sana berat.  Papua ini luas, cukup banyak yang dapat dikelola.  Kalau bukan sekarag kapan lagi.  Sudah saatnya pertanian makin maju, mandiri, modern dengan berbekal jiwa wirausaha dari generasi tani milenial Papua,” katanya.

Menanggapi keberhasilan Simon, Sekretaris Badan PPSDMP, Siti Munifah mengungkapkan sekarang era nya bekerja extraordinary. Semua harus dilakukan secara luar biasa.

“Untuk mendukung kerja yang extraordinary itu, kita membutuhkan anak-anak muda, membutuhkan generasi milenial. Mengapa anak muda yang dilibatkan? Karena anak muda punya power besar untuk berinovasi. Rangkul dan jadikan mereka generasi penerus pertanian”, tegas Siti Munifah. (Nsd).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *