Sopir Angkot Ikut Terdampak PPKM, Ketua DPD RI Usul Dapat Insentif
JAKARTA – Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) turut dirasakan dampaknya oleh sopir angkutan umum di berbagai daerah. Oleh sebab itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berharap pemerintah memberikan perhatian untuk sektor ini.
Sejak awal pandemi Covid-19, sopir angkutan umum sudah merasakan dampak yang cukup sangat signifikan. Namun PPKM yang diterapkan sebulan terakhir, membuat kehidupan para sopir angkutan umum semakin berat. Hal ini yang dirasakan oleh para sopir di Surabaya dan Jakarta.
“PPKM yang membatasi mobilitas masyarakat, termasuk pengetatan perjalanan, berimbas serius terhadap penghasilan para sopir angkutan umum akibat sepinya penumpang,” kata LaNyalla, Rabu (4/8/2021).
Menurutnya, banyak sopir angkutan umum yang menjerit. Karena PPKM menyebabkan mereka kesulitan menghidupi keluarga.
“Penghasilan sopir angkot sekarang bahkan tidak cukup untuk bayar setoran ke juragan angkot, akibat penghasilannya yang sangat kecil,” tutur Senator asal Jawa Timur itu.
Para sopir angkot saat ini hanya bisa mengantongi uang Rp 30 – Rp 50 ribu dalam sehari. Padahal, sebelumnya mereka bisa mendapatkan minimal Rp 150 ribu dalam sehari.
“Hasil yang didapat sopir itu belum termasuk untuk membeli bensin, dan kebutuhan para sopir angkot saat bekerja. Belum lagi para sopir ini juga harus menghadapi resiko tinggi penularan Covid-19 karena harus berinteraksi dengan penumpang,” jelas LaNyalla.
Untuk mengurangi kesulitan para sopir angkutan umum, LaNyalla berharap agar pemerintah kembali memberikan insentif seperti yang telah dilakukan di awal pandemi. Apalagi banyak sopir angkot yang mengaku belum mendapat bantuan sosial dari pemerintah karena sejumlah kendala.
“Di tahun 2020 ketika kita menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan kepada 197 ribu sopir angkutan umum, termasuk kernet dan sopir taksi dengan total mencapai Rp 360 miliar melalui Polri,” ungkap LaNyalla.
“Saya rasa perlu ada program yang sama, apalagi PPKM lebih berat daripada PSBB karena adanya penutupan jalan dan mobilitas yang lebih ketat. Insentif ini sangat dibutuhkan para sopir angkutan umum, sama halnya dengan pelaku usaha mikro yang tahun ini kembali mendapatkan insentif dari pemerintah,” sambung mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
Tidak hanya angkutan kota yang terdampak. Akibat pandemi, tidak sedikit pengusaha bus pariwisata gulung tikar. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagian besar pengusaha bus pariwisata menjual asetnya untuk bertahan hidup, sementara sopir dan kernetnya banyak yang beralih profesi menjadi kuli bangunan.
Total sopir dan kernet bus pariwisata di DIY yang terimbas pandemi ada sebanyak 5.500 orang.
“Pemerintah perlu mencari solusi terhadap nasib sopir dan kernet yang menjadi menganggur karena adanya kebijakan pengurangan mobilitas masyarakat,” tutup LaNyalla. (***)