Selenggarakan Pesamuhan Agung, PHDI Perkuat Kearifan Lokal

Jakarta – Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) telah selesai dan sukses dilaksanakan secara virtual dari tanggal 31 Juli 2021 sampai dengan 1 Agustus 2021.

Pesamuhan Agung yang dihadiri oleh 127 orang peserta dari unsur Sabha Pandita, Sabha Walaka, pengurus harian, Pengurus PHDI Provinsi, pimpinan badan otonom di bawah PHDI dan pimpinan organisasi/lembaga/badan/yayasan/instansi ini diawali dengan doa, laporan Ketua Panitia Pelaksana, Irjen Pol (Purn) Ketut Untung Yoga, dilanjutkan dengan sambutan Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Mayjend (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan sambutan Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Republik Indonesia, Tri Handoko, sekaligus membuka Pesamuhan Agung secara resmi.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Panitia Pelaksana, Ketua Umum Pengurus Harian maupun Dirjen Bimas Hindu kompak mengajak agar umat Hindu bersatu dalam spirit persaudaraan (vasudhaiva kutumbakam), silih asih, asuh dan asah, “sagilik-saguluk salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya” (bersatu-padu, saling menghargai pendapat orang lain dan saling mengingatkan, saling menyayangi, saling tolong-menolong), menghindari perselisihan, saling memaafkan ketika terjadi kekeliruan/kesalahan dan mengedepankan kejernihan pikiran dalam mencari solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada agar dapat menjadi tauladan bagi umat dalam mewujudkan perilaku shanti (damai) dan harmoni.

Sekalipun berlangsung secara virtual, banyak keputusan penting diambil dalam Pesamuhan Agung ini. Dalam rancangan perbaikan AD/ART misalnya, penghargaan pada nilai-nilai kearifan lokal diperkuat dengan secara eksplisit dicantumkan ke dalam AD/ART PHDI. Penguatan pada penghargaan pada nilai-nilai kearifan lokal juga dimunculkan sebagai salah satu program bidang agama dan lintas iman. Rancangan ini nantinya akan dibahas dan disahkan dalam Mahasabha PHDI XII.

Bila penghargaan pada nilai-nilai kearifan lokal ini nantinya disahkan oleh forum Mahasabha, akan menjadi tantangan tersendiri bagi pengurus PHDI di seluruh Indonesia. Tempat-tempat suci, kidung-kidung suci, pakaian persembahyangan, dan berbagai ekspresi keagamaan harus menunjukkan warna-warni kearifan lokal di Indonesia. Di satu sisi, hal ini sangat bagus dalam menjaga keindahan budaya Nusantara. Di sisi lain menjadi tantangan dalam membangun sikap mental umat Hindu untuk menghargai perbedaan dalam ekspresi keagamaan.

Hal penting yang juga diputuskan dalam Pesamuhan Agung tahun 2021 adalah penguatan dalam pengelolaan dana punia melalui Badan Dharma Dana Nasional (BDDN) dan menjadikan Candi Prambanan sebagai pusat persembahyangan bagi umat Hindu. Candi Prambanan yang dilindungi oleh UNESCO ini selama ini lebih banyak dikenal sebagai obyek wisata. Dengan menjadikan Candi Prambanan sebagai pusat persembahyangan, maka dapat dipastikan kesucian Candi Hindu ini dapat lebih dipelihara.

“Kami berterimakasih kepada para Pandita dan peserta Pesamuhan Agung PHDI yang membuat keputusan menjadikan Candi Prambanan sebagai pusat persembahyangan bagi umat Hindu. Keputusan ini penting karena perjuangan menjadikan Candi Prambanan sebagai pusat persembahyangan bagi umat Hindu pun sudah mendapat dukungan dari Presiden Bapak Joko Widodo, Menteri Agama Bapak Yaqut Cholil Qoumas, dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia,” kata Hendrata Wisnu, tokoh umat Hindu dari Klaten yang banyak bersentuhan langsung dengan kegiatan keagamaan Hindu di Candi Prambanan.

Pada acara penutupan Pesamuhan Agung, Ketua Panitia Pelaksana Irjen Pol (Purn) Ketut Untung Yoga dan Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Mayjend (Purn) Wisnu Bawa Tenaya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan Pesamuhan Agung seraya kembali menyerukan agar umat Hindu dapat mempererat tali persaudaraan (pasemetonan), saling mengasihi, menghindari perselisihan dan perpecahan, sebaliknya agar mengedepankan sikap jernih, bijak dan saling menghormati, bersama-sama membangun, mengembangkan dan menjaga inklusivitas semesta sebagai implementasi ajaran Tri Hita Karana.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *