Sidang Lanjutan Gugatan Partai Demokrat: AD/ART Kongres 2020 Melanggar UU, Harus Dibatalkan
JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali menggelar sidang kedua terkait gugatan kader Partai Demokrat kepada Kemenkumham RI. Gugatan ini terkait dengan pembatalan AD ART Partai Demokrat Tahun 2020 dan Kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang telah disahkan Kemenkumham.
Agenda sidang kedua adalah lanjutan pemeriksaan berkas pokok perkara gugatan. Kuasa hukum penggugat, Tamrin mengatakan, para penggugat memiliki legal standing kuat untuk menggugat Kemenkuham. Demi keadilan dan penegakkan hukum, Tamrin menegaskan jika AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 harus dibatalkan oleh Kemenkumham. Ada tiga alasan utama kenapa Kemenkumham harus membatalkan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020.
“Pertama, pengakuan klien kami yang turut serta jadi peserta Kongres Demokrat tahun 2020 mengatakan bahwa AD/ART yang didaftarkan ke Kemenkumham adalah AD/ART siluman. Peserta Kongres tidak pernah membahas dan menyetujui AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 itu,” terang Tamrin ditemui usai sidang, Rabu (14/7/2021)
Menurutnya, hal ini jelas bertentangan dengan UU Partai Politik Nomor 8 Tahun 2008, pasal 5 Ayat 2 yang menjelaskan bahwa perubahan AD/ART harus dilakukan di forum tertinggi partai. “Forum tertinggi di Partai Demokrat adalah Kongres atau Kongres Luar Biasa,” terang dia.
Alasan kedua, masih kata Tamrin AD/ART siluman tersebut memanipulasi pendiri Partai Demokrat dari 99 orang menjadi 2 orang. “Memasukkan nama SBY sebagai pendiri partai, padahal SBY bukan pendiri partai sebagaimana tertulis di akta pendirian partai,” tutur Tamrin.
Tamrin juga menyebut AD/ART siluman itu juga memuat kewenangan Majelis Tinggi dan Mahkamah Partai yang melanggar ketentuan UU. “Demokrasi di partai dikooptasi Ketua Majelis Tinggi (SBY sebagai Bapak) dengan Ketua Umum (AHY sebagai anak), di mana semua kewenangan di partai hanya berbagi antara bapak dan anak saja. SBY dan AHY membangun tirani dalam Partai Demokrat,” tegas dia.
Hal tersebut menurut Tamrin tidak hanya mengangkangi UU, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi pembangunan dan penegakkan demokrasi dan cita-cita reformasi di Indonesia.
Ajrin Duwila mewakili penggugat menjelaskan alasan ketiga gugatannya diajukan. Katanya, ketika AD/ART tahun 2020 itu akan didaftarkan ke Menkumham, keberadaan Mahkamah Partai sudah demisioner. “Namun kubu SBY dan AHY diduga melakukan manipulasi data sebagai syarat untuk pendaftaran ke Kemenkumham. Ini menjadi alasan kuat kami untuk menggugat perubahan AD/ART karena dibuat di luar kongres Partai Demokrat,” tegas Ajrin.
Di samping itu, Mahkamah Partai yang sudah demisioner juga dibuat seakan akan belum demisioner dan dibuatlah surat Mahkamah Partai yang menjelaskan bahwa AD/ART tahun 2020 itu sudah mendapat persetujuan anggota di forum tertinggi partai. “Dengan dokumen hasil manipulasi tersebut, maka AD/ART 2020 siluman itu didaftarkan ke Menkumham,” tutur Ajrin.
Ia melanjutkan, perjuangan kader demi keadilan dan demi penegakkan hukum dan cita-cita reformasi ini patut dukung. “Rakyat Indonesia juga mesti mendukung demi tegakkan supremasi hukum dan keadilan. Oleh karena itu, kami memiliki keyakinan kuat, Majelis Hakim akan mengabulkan gugatan kami. Kami juga memiliki keyakinan bahwa Kemenkumham akan taat dan memiliki komitmen yang sama dengan kami dalam membangun demokrasi dan melanjutkan cita cita reformasi hukum di Indonesia,” ucap Ajrin.(*)